Budiyono Dion, Kurikulum
Esensi Pendekatan Ilmiah
Proses pembelajaran
dapat dapat dipadankan
dengan suatu proses ilmiah.
Karena itu Kurikulum
2013 mengamanatkan esensi pendekatan
ilmiah dalam pembelajaran. Pendekatan ilmiah
diyakini sebagai titian emas perkembangan dan
pengembangan sikap, keterampilan,
dan pengetahuan peserta
didik. Dalam pendekatan atau proses kerja yang memenuhi kriteria ilmiah,
para ilmuan lebih mengedepankan pelararan
induktif (inductive reasoning) ketimbang penalaran deduktif (deductive
reasoning).
Penalaran
deduktif melihat fenomena
umum untuk kemudian menarik simpulan
yang spesifik. Sebaliknya,
penalaran induktif memandang fenomena atau
situasi spesifik untuk kemudian
menarik simpulan secara keseluruhan. Sejatinya, penalaran induktif
menempatkan bukti –bikti
spesifik ke dalam relasi idea yang lebih
luas. Metode ilmiah umumnya menempatkan
fenomena unik dengan
kajian spesifik dan detail untuk kemudian merumuskan simpulan
umum.
Metode ilmiah merujuk pada teknik-teknik investigasi atas suatu atau
beberapa fenomena atau
gejala, memperoleh pengetahuan baru, atau mengoreksi dan memadukan
pengetahuan sebelumnya. Untuk dapat disebut ilmiah, metode pencarian
(method of inquiry) harus berbasis
pada bukti-bukti dari
objek yang dapat diobservasi, empiris, dan terukur
dengan prinsip-prinsip penalaran yang
spesifik. Karena itu, metode
ilmiah umumnya memuat serangkaian aktivitas pengumpulan data melalui
observasi atau ekperimen, mengolah informasi
atau data, menganalisis, kemudian memformulasi, dan menguji hipotesis.
Proses pembelajaran dengan
berbasis pendekatan ilmiah
harus dipandu dengan
kaida-kaidah pendekatan ilmiah.
Pendekatan ini bercirikan penonjolan
dimensi pengamatan, penalaran, penemuan, pengabsahan, dan penjelasan tentang
suatu kebenaran. Dengan demikian, proses pembelajaran harus
dilaksanakan dengan dipandu
nilai-nilai,
prinsip-prinsip, atau kriteria
ilmiah. Proses pembelajaran disebut ilmiah jika memenuhi
kriteria seperti berikut ini.
1. Substansi
atau materi pembelajaran berbasis pada
fakta atau fenomena yang dapat
dijelaskan dengan logika atau
penalaran tertentu; bukan
sebatas kira-kira, khayalan,
legenda, atau dongeng semata.
2. Penjelasan
guru, respon peserta
didik, dan interaksi
edukatif guru-peserta didik
terbebas dari prasangka yang
serta-merta, pemikiran subjektif,
atau penalaran yang menyimpang dari
alur berpikir logis.
3. Mendorong dan
menginspirasi peserta didik
berpikir secara kritis,
analitis, dan tepat
dalam mengidentifikasi,
memahami, memecahkan masalah,
dan mengaplikasikan substansi
atau materi pembelajaran.
4. Mendorong
dan menginspirasi peserta
didik mampu berpikir
hipotetik dalam melihat perbedaan, kesamaan,
dan tautan satu
dengan yang lain
dari substansi atau
materi pembelajaran.
5. Mendorong dan
menginspirasi peserta didik
mampu memahami, menerapkan,
dan mengembangkan pola berpikir yang rasional dan objektif dalam merespon
substansi atau materi pembelajaran.
6. Berbasis
pada konsep, teori, dan fakta empiris yang dapat dipertanggung -jawabkan.
7. Tujuan
pembelajaran dirumuskan secara sederhana, jelas, dan menarik sistem
penyajiannya.
Proses pembelajaran harus terhindar dari
sifat-sifat atau nilai-nilai non-ilmiah yang meliputi intuisi, akal sehat,
prasangka, penemuan melalui coba-coba, dan asal berpikir kritis.
0 komentar:
Post a Comment
mohon meninggalkan komentar